Home | Berita Opini | Peta Wisata | Wisata Alam | Seni Pertunjukan | Wisata Belanja | Wisata Bahari | Wisata Budaya | Wisata Boga | Wisata Museum | Wisata Religi | Wisata Sejarah | Cerpen
Share/Save/Bookmark

Tujuh Tahun Pemko Tanjungpinang Berkiprah (3-Habis)

Ditopang Budaya Melayu, Menuju Kota Metropolis 

Kota Walaupun hanya dengan anggaran sekitar Rp3 miliar di tahun pertamanya, Pemko Tanjungpinang tetap mampu bergerak melaksanakan pembangunan hingga berkembang seperti sekarang. Peran serta swasta mendungkung kemajuan suatu daerah juga tampak di sini. Wali Kota Tanjungpinang Suryatati Manan juga berkeinginan agar kota suatu saat nanti jadi kota metropolisi ditopang budaya Melayu.

Sama halnya dengan pendidikan, pembangunan memang bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tapi juga masyarakat secara umum, yang tentunya harus didukung dengan kebijakan pemerintahnya.

Keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan itu bisa dilihat di Kota Tanjungpinang. Seperti di kawasan pusat kota baru, Bintan Centre Batu 9 yang sebelumnya sangat sepi, sekarang sudah berubah total.


Saat ini jika malam hari berjalan di sekitar kota lama –sekitar pelabuhan Sri Bintan Pura- kondisinya sudah seperti kuburan. Nyaris semua pertokoan sudah tutup begitu malam menjelang.


Sebaliknya di sekitar Bintan Centre keramaian masih berlangsung hingga menjelang tengah malam, begitu juga dengan pertokoan yang umumnya juga masih buka hingga malam hari.


Padahal, tanpa pembeli tidak mungkin pertokoan buka hingga larut malam. Ribuan perumahan baru mulai dari sekitar Batu 6 hingga Batu 12 mulai tumbuh. Transaksi jual beli pun bisa sampai malam. Selain itu kondisi jalan yang mulus menjadikan daerah ini mudah dijangkau dari semua sudukkota.


Sesuai dengan konsep pembangunan, sarana infrastruktur seperti jalan dan jembatan merupakan tanggung jawab pemerintah. Itu sebabnya adanya kerja sama secara positif yang baik, antara pemerintah dengan swasta memang mutlak harus ada dalam sebuah proses pembangunan.


Kawasan ini semakin berkembang dengan aktifnya kembali Bandara Raja Haji fi Sabilillah untuk penerbangan ke Jakarta setiap hari. Berbagai sektor ekonomi ikut tumbuh dengan aktifnya bandara itu. Hampir semua sarana prasana dasar di sekitar kawasan itu sudah ada, walaupun masih ada yang kurang yaitu bangunan sekolah.


Khususnya bangunan sekolah untuk tingkat SMP dan SMA. Bangunan SMP hanya satu sedangkan SMA sederajat baru saja berdiri di Batu 14 yaitu SMKN 4. Akibatnya, ribuan anak-anak di sekitar daerah ini setiap hari harus menggunakan transportasi ke sekolahnya yang umumnya berada di sekitar Tanjungpinang Barat.


Peran masyarakat dan swasta juga terlihat dalam bidang pembangunan pendidikan. Sebelum menjadi kota otonom hanya ada beberapa sekolah swasta yang berkualitas. Sekarang, masyarakat bisa memilih menyekolahkan anaknya sesuai dengan kemampuannya. Demikian juga dengan perguruan tinggi yang pembangunan awalnya di Senggarang juga dimotori oleh Pemko Tanjungpinang. Bangunan yang awalnya untuk politeknik itu, untuk sementara saat ini digunakan oleh Umrah.


Ada pepatah yang mengatakan, tidak ada gading yang tak retak, kalau tidak retak bukan gading namanya. Begitu juga di Kota Tanjungpinang, apalagi usianya baru menjelang tujuh tahun pada tanggal 17 Oktober 2008 nanti. Salah satu yang masih kurang dalam pembangunan itu, adalah adanya tempat rekreasi keluarga yang representatif, dan ini disadari betul oleh Wako Tanjungpinang Hj Suryatati A Manan.


Dalam sebuah kesempatan wawancara wali kota, disampaikannya rencana untuk membangun tempat rekreasi keluarga itu di sekitar pantai barat kota. Ada tiga lokasi pantai yang dinilainya sesuai, antara lain mulai depan Gedung Daerah sampai depan tugu. Kemudian, dari depan tugu sampai kantor wako lama, dan depan tugu pinsil.


Tatik ingin pantai ini dibangun dengan tiga space yang berbeda. Sehingga, bisa digunakan untuk tempat bermain bersama keluarga, bisnis atau perhotelan, dan wisata kuliner. Di samping itu, dia juga ingin membangun kawasan hutan lindung menjadi seperti Cibubur, dengan tetap mempertahankan kondisi hutannya. Kembali ke konsep di atas, semua ini tak mudah terlaksana tanpa peran serta swasta dalam pembangunannya.


Ada sejumlah pendapat yang menilai keberhasilan pembangunan dinilai dari hasil fisik pembangunannya. Namun, untuk Kota Tanjungpinang keberhasilan pembangunan juga dilihat dari pembangunan non fisik.

Seperti keinginan Wako Tatik yang ingin Tanjungpinang menjadi kota yang maju atau metropolis, dan berkembang. Tapi ruh budayanya tetap ada yaitu Budaya Melayu yang ditopang oleh budaya lainnya yang ada.
Itu sebabnya berbagai kegiataan kebudaan acap dilaksanakan di kota ini, dan salah satu kegiatan yang bakal dilaksanakan itu adalah Revitalisasi Budaya Melayu yang dijadwalkan dilaksanakan Desember 2008 nanti. Ini sangat penting karena Budaya Melayu seperti disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan DR Meutia Hatta, budaya Melayu sangat mencerminkan budaya, dan falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Makna, dan butir-butir Pancasila banyak terkandung dalam nilai-nilai budaya Melayu. Seperti yang tertera dalam syair Gurindam 12 karya sastra pahlawan nasional, Raja Ali Haji.


Pentingnya pembangunan kebudayaan itu tercantum dengan jelas pada visi Kota Tanjungpinang, yaitu terujudnya Kota Tanjungpinang sebagai pusat perdagangan dan jasa industri, pariwisata serta pusat budaya Melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis sejahtera lahir dan bathin pada tahun 2020.

Dari visi ini terlihat arah sebenarnya yang akan dituju, yaitu kota perdagangan, jasa industri, pariwisata, dan pusat budaya Melayu. Jika diringkas Tanjungpinang ke depan adalah kota yang menjadi pusat perekonomian dan sebagai pusat pengembangan kebudayaan Melayu.

Sumber: www.batampos.co.id


0 komentar:

Posting Komentar