Home | Berita Opini | Peta Wisata | Wisata Alam | Seni Pertunjukan | Wisata Belanja | Wisata Bahari | Wisata Budaya | Wisata Boga | Wisata Museum | Wisata Religi | Wisata Sejarah | Cerpen
Share/Save/Bookmark

Kearifan Lokal di Ranah Minang


Kearifan Lokal merupakan adat dan kebiasan yang telah mentradisi dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara turun temurun yang hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat hukum adat dalam suatu wilayah di negara tercinta Indonesia ini, seperti Subak di Bali, Bera di Kalimantan dan lain sebagainya.

Di Propinsi Sumatera Barat yang sering juga disebut dengan Ranah Minang, juga terdapat beberapa jenis Kearifan Lokal yang berkaitan dengan pengelolaan Hutan Tanah dan Air diantaranya Rimbo Larangan, Banda Larangan, Tabek Larangan, Mamutiah Durian, Parak, Menanam Tanaman Keras sebelum Nikah, Goro Basamo dan masih banyak lagi yang lainnya.


Rimbo Larangan (Hutan Larangan )
yaitu hutan yang menurut aturan adat tidak boleh ditebang karena fungsinya yang sangat vital sekali sebagai persediaan air sepanjang waktu untuk keperluan masyarakat, selain itu kayu yang tumbuh dihutan juga dipandang sebagai perisai untuk melindungi segenap masyarakat yang bermukim disekitar hutan dari bahaya tanah longsor. Apabila ada terdapat diantara warga yang akan membuat rumah yang membutuhkan kayu, maka harus minta izin lebih dulu kepada aparat Nagari melalui para pemangku adat untuk menebang kayu yang dibutuhkan dengan peralatan Kapak dan Gergaji tangan.

Banda Larangan ( Sungai, Anak Sungai / Kali Larangan )
merupakan suatu aliran sungai yang tetap dijaga agar tidak tercemar dari bahan atau benda yang bersifat dapat memusnahkan segenap binatang dan biota lainnya yang ada di aliran sungai sehingga tidak menjadi punah, seperti halnya warga masyarakat tidak boleh menangkap ikan dengan cara Pengeboman, memakai racun, memakai aliran listrik dan lain sebagainya. Untuk panen Ikan dari Banda Larangan tersebut, pihak Pemangku Adat dan Aparat Nagari melaksanakan dengan cara membuka larangan secara bersama-sama masyarakat untuk kepentingan bersama dan hasilnya selain untu masyarakat juga sebahagian untuk KAS Nagari. Biasanya Banda Larangan ini dibuka sekali setahun atau sekali dua tahun tergantung kesepakatan Para Pemangku Adat.

Tabek Larangan (tebat larangan)
yaitu Kolam air yang dibuat secara bersama oleh masyarakat pada zaman dulu dengan tujuan untuk persediaan air bagi kepentingan masyarakat dan didalam Tabek tersebut juga dipelihara berbagai jenis ikan, saat untuk membuka Tabek Larangan tersebut sama dengan seperti di Banda Larangan.

Mamutiah durian ( memutih durian )
yaitu kegiatan menguliti pohon durian apabila kedapatan salah seorang warga masyarakat pemilik pohon durian yang memanjat dan memetik buah durian sebelum durian itu matang, hal itu dilakukan sebagai sanksi moral bagi masyarakat yang melakukannya karena dipandang tidak mempunyai rasa sosial antar sesama. Setelah pohon Durian dikuliti maka secara berangsur pohon itu akan mati. Biasanya pemilik pohon durian akan mendapatkan hasil semenjak matahari terbit sampai terbenam, sedangkan disaat malam hari buah durian yang jatuh telah menjadi milik bersama.

Parak
yaitu suatu lahan tempat masyarakat berusaha tani dimana terdapat keberagaman jenis tanaman yang dapat dipanen sepanjang waktu secara bergiliran, sehingga pada lahan parak ini terdapat nilai ekonomi yang yang berkelanjutan. Apabila dilihat dari jauh, parak di pandang seolah-olah seperti hutan dan juga berfungsi sebagai penyangga bagi daerah dibawahnya.

Menanam Tanaman Keras disaat seorang laki-laki akan memasuki jenjang perkawinan bertujuan untuk tabungan disaat sudah punya keturunan nanti untuk kebutuhan keluarga, biasanya tanaman yang ditanam berupa Kelapa, Kayu ( Surian ) Suren dan tanaman lainnya yang penuh dengan manfaat.

Goro Basamo merupakan kegiatan kerja bersama secara gotong royong untuk kepentingan masyarakat banyak seperti membuat jalan baru, bangunan rumah ibadah, membersihkan tali bandar (sungai), menanam tanaman keras dan lain sebagainya.

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan Propinsi Sumatera Barat, pada tahun 2006, telah memulai kegiatan Model Kelembagaan Berbasis Kearifan Lokal yang pada tahapannya telah mendata dan mengumpulkan beberapa jenis kearifan lokal yang erat kaitannya dengan pengelolaan hutan tanah dan air, bertempat dinagari Situjuah Gadang Kecamatan Situjuah Limo Nagari Kabupaten Lima Puluh Kota. Jenis kearifan lokal tersebut diharapkan akan diatur dengan Peraturan Nagari yang dilengkapi dengan sanksi-sanksi bagi masyarakat yang melanggarnya. Kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan untuk dijadikan Peraturan Nagari tersebut berasal dari hasil musyawarah dan mufakat para pemangku adat dan elemen masyarakat lainnya seperti Ninik Mamak, Alim Ulama, Cerdik Pandai, Bundo Kandung, aparat nagari serta pemuda pagar nagari. Tahun 2007 ini, BPDAS Agam Kuantan berencana akan menindaklanjutinya dengan memfasilitasi jenis tanaman kayu-kayuan dan buah-buahan sesuai dengan permintaan Walinagari Situjuah Gadang serta sebagaimana dengan yang tertuang dalam Renstra Nagari Situjuah Gadang.

Sumber:
http://www.bpdas-agamkuantan.net


0 komentar:

Posting Komentar