Sedikitnya 8.000 warga dilibatkan menggotong bade, sejenis menara keranda saat "pelebon" atau kremasi jenazah Tjokorda Gde Agung Suyasa, sesepuh Puri Agung Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa.
Tenaga sebanyak itu dikerahkan menggotong "bade" secara estafet dari tempat jenazah disemayamkan di Puri (keraton) Ubud menuju "setra" tempat pelaksanaan pelebon, yang jaraknya sekitar 1,2 kilometer.
Tjokorda Raka Kerthyasa, juru bicara Puri Ubud, mengungkapkan, penggotongan bade harus dilakukan secara estafet, untuk setiap 100 meter diganti kelompok yang lain, yang perkelompoknya sekitar 250 orang. "Bila tidak dilakukan dengan cara itu, bade setinggi 28 meter dengan berat mencapai 11 ton, dipastikan tidak akan pernah sampai ke tempat kremasi," katanya.
Selain mengotong bade, sebagian dari tenaga yang ada juga terlihat mengusung patung lembu berwarna hitam dengan ukuran besar dan "naga banda", sejenis patung berbentuk naga yang panjangnya sekitar tujuh meter.
Baik lembu hitam maupun naga banda, tampak diusung ratusan orang mengiringi keberangkatan jenazah yang "bertengger" di atas bade menuju setra.
Pelebon pada "hari baik" siang itu dilakukan setelah jenazah Tjokorda Suyasa disemayamkan lebih dari tiga bulan di "bale delod", salah satu bangunan khusus di dalam kompleks puri di Jalan Raya Ubud.
Sejak Tjokorda Suyasa meninggal dunia, 28 Maret 2008, jenazahnya disemayamkan di dalam peti khusus melalui sistem pengawetan yang dibuat keluarga puri, sehingga tidak membusuk. Pelebon memanfaatkan bade "bertumpang" (bertingkat) sembilan setinggi 28 meter dengan bobot sekitar 11 ton itu, tampak dihadiri sejumlah meteri Kabinet Indonesia Bersatu dan sesepuh kerajaan dari sejumlah daerah.
Selain sejumlah tokoh penting dari Nusantara, pelebon yang dimanfaatkan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata untuk lebih banyak lagi menarik minat kunjungan wisatawan itu diperkirakan disaksikan sekitar 350 ribu turis domestik dan mancanegara.
Sebelumnya, keluarga Puri Ubud juga pernah membuat bade bertingkat sembilan saat upacara pelebon jenazah istri Raja Ubud, Tjokorda Istri Muter, pada 23 Juli 2004.
Bade dibuat dari batang pohon pinang dan rangkaian bambu, lengkap dengan pernak-pernik bunga emas, yang proses pengerjaannya dilakukan sejak dua bulan silam melibatkan tidak kurang 100 perajin.
Tjokorda Suyasa adalah putra tertua dari Raja Ubud terakhir, Tjokorda Gede Ngurah (1880-1917). Ia menderita penyakit pengapuran tulang belakang dan lebih sebulan dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar, namun akhirnya meninggal dunia 28 Maret 2008.
Semasa hidup, putra raja yang lahir 14 Juli 1941 itu aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, antara lain sebagai pendiri tempat suci umat Hindu (pura) di Lumajang, Jawa Timur dan Kutai, Kalimantan Timur, serta merehabilitasi sejumlah pura besar di Bali. Almarhum meninggalkan dua orang istri, lima orang saudara kandung, serta enam orang anak, 12 cucu dan seorang cicit. Antara/
0 komentar:
Posting Komentar