Sejumlah kalangan di daerah ini sangat menyesalkan berbagai pihak yang dinilai membiarkan kawasan Danau Toba, khususnya areal perairan danau, yang semakin hari tampak semakin kotor penuh kontaminasi sehingga tercemar oleh berbagai jenis polutan dan residu aktif.
Anggota Komisi D DPRD Sumut Ir Harman Manurung menyebutkan, ada beberapa indikator faktual yang menunjukkan kondisi Danau Toba semakin terancam ekosistem dan kelestariannya sehingga mengancam kelestarian lingkungan maupun aspek kehidupan masyarakat di masa-masa mendatang.
Indikator itu antara lain, kondisi air danau di sepanjang tepian telah mengalami kontaminasi kimiawi sehingga tampak kotor dan keruh akibat perambahan limbah residu pakan dan kotoran ikan yang dibudidayakan PT Aquafarm Nusantara selama ini. Lalu, produksi ikan secara budi daya konvensional atau alami di seputar Danau Toba tampak kian merosot karena sinyalemen terjadinya aksi predatorial oleh sejumlah jenis ikan lainnya yang didrop dari luar dan kondisi tepian danau yang juga kumuh dengan maraknya enceng gondok dan limbah-limbah industri dan rumah tangga.
“Kondisi Danau Toba saat ini sangat memprihatinkan dan bahkan mengancam kelangsungan lingkungan maupun aspek kehidupan masyarakat masa depan. Soalnya, butuh waktu bertahun-tahun untuk memulihkan Danau Toba kembali asri sebagaimana mulanya. Apalagi produksi limbah saat ini tak terkontrol karena instalasi pengelolaan air limbah (IPAL)nya seperti tak berfungsi. Kalau begini terus, Danau Toba ini mau dijadikan objek wisata atau jamban (toilet) raksasa…? Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pembersihan air danau dengan menutup PT Aquafarm Nusantara, minimal perusahaan itu hengkang ke tempat lain, dan PT Allegrindo juga harus direlokasi…,” papar Harman Manurung kepada pers di Medan, Kamis (24/7) kemarin.
Dia mengutarakan hal itu sehubungan rencana pelaksanaan diskusi panel soal ekosistem Danau Toba, yang dijadwalkan berlangsung Jumat (hari ini-Red) di Hotel Danau Toba Int. Medan. Acara itu digelar Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Danau Toba (BPK EDT) yang saat ini dipimpin Drs Edward Simanjuntak MM. Peserta diskusi itu antara lain Bawisda Sumut, PHRI Sumut dan PHRI Samosir, Bapedalda, sejumlah LSM dan para praktisi peduli lingkungan hidup, khususnya kawasan Danau Toba.
Selain itu, tegas Ketua DPD Partai Buruh Propinsi Sumut dan aktivis lembaga pelestarian wisata Danau Toba dari Muchtar Pakpahan Center (MPC) itu, pihak pemerintah daerah (Pemda) Sumut, dalam hal ini Gubsu Syamsul Arifin yang baru terpilih dan dilantik tapi kemudian langsung menyatakan akan memulihkan pelestarian kawasan wisata Danau Toba baru-baru ini, juga harus perlu segera melakukan aksi di lapangan untuk mengembalikan citra wisata dan pesona ekoturisme Danau Toba seperti pada masa lalu.
Tahap pertama, setelah PT Aquafarm Nusantara tutup atau hengkang dan PT Allegrindo direlokasi, yang perlu dilakukan adalah menghijaukan kembali kawasan seputar danau (cathment area), baik dengan penanaman massal sejumlah pepohonan atau tumbuhan baru, maupun dengan menjaga pepohonan lainnya agar tak ditebangi pihak-pihak yang tak bertanggungjawab. Lagipula, ujar dia, Aquafarm Nusantara sebagai perusahaan PMA di bidang perikanan air tawar, selama ini ternyata belum memberikan kontribusi sosial ekonomi yang signifikan bagi masyarakat setempat. Malah sebaliknya, perusahaan yang beroperasi dengan izin pemerintah pusat itu justru memberikan “kontribusi” pencemaran yang luar biasa bagi Danau Toba.
“Lihat saja, pada hari libur pun mulai tampak sejumlah area pantai tak lagi dijadikan tempat rekreasi atau mandi-mandi bagi turis atau warga pelancong karena airnya sudah kotor sekali. Sehingga, para turis hanya bisa mandi-mandi di kolam-kolam yang ada di hotel-hotel bintang di Parapat. Ini harus diperhatikan betul-betul demi masa depan Danau Toba. Apalagi, Danau Toba adalah situs dunia sebagai objek wisata super volcano yang hanya ada dua di dunia, yaitu Yellowstone Park di Amerika, dan Danau Toba di Indonesia (Sumut),” katanya prihatin. (M9/d)
Sumber:
http://hariansib.com
Anggota Komisi D DPRD Sumut Ir Harman Manurung menyebutkan, ada beberapa indikator faktual yang menunjukkan kondisi Danau Toba semakin terancam ekosistem dan kelestariannya sehingga mengancam kelestarian lingkungan maupun aspek kehidupan masyarakat di masa-masa mendatang.
Indikator itu antara lain, kondisi air danau di sepanjang tepian telah mengalami kontaminasi kimiawi sehingga tampak kotor dan keruh akibat perambahan limbah residu pakan dan kotoran ikan yang dibudidayakan PT Aquafarm Nusantara selama ini. Lalu, produksi ikan secara budi daya konvensional atau alami di seputar Danau Toba tampak kian merosot karena sinyalemen terjadinya aksi predatorial oleh sejumlah jenis ikan lainnya yang didrop dari luar dan kondisi tepian danau yang juga kumuh dengan maraknya enceng gondok dan limbah-limbah industri dan rumah tangga.
“Kondisi Danau Toba saat ini sangat memprihatinkan dan bahkan mengancam kelangsungan lingkungan maupun aspek kehidupan masyarakat masa depan. Soalnya, butuh waktu bertahun-tahun untuk memulihkan Danau Toba kembali asri sebagaimana mulanya. Apalagi produksi limbah saat ini tak terkontrol karena instalasi pengelolaan air limbah (IPAL)nya seperti tak berfungsi. Kalau begini terus, Danau Toba ini mau dijadikan objek wisata atau jamban (toilet) raksasa…? Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pembersihan air danau dengan menutup PT Aquafarm Nusantara, minimal perusahaan itu hengkang ke tempat lain, dan PT Allegrindo juga harus direlokasi…,” papar Harman Manurung kepada pers di Medan, Kamis (24/7) kemarin.
Dia mengutarakan hal itu sehubungan rencana pelaksanaan diskusi panel soal ekosistem Danau Toba, yang dijadwalkan berlangsung Jumat (hari ini-Red) di Hotel Danau Toba Int. Medan. Acara itu digelar Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Danau Toba (BPK EDT) yang saat ini dipimpin Drs Edward Simanjuntak MM. Peserta diskusi itu antara lain Bawisda Sumut, PHRI Sumut dan PHRI Samosir, Bapedalda, sejumlah LSM dan para praktisi peduli lingkungan hidup, khususnya kawasan Danau Toba.
Selain itu, tegas Ketua DPD Partai Buruh Propinsi Sumut dan aktivis lembaga pelestarian wisata Danau Toba dari Muchtar Pakpahan Center (MPC) itu, pihak pemerintah daerah (Pemda) Sumut, dalam hal ini Gubsu Syamsul Arifin yang baru terpilih dan dilantik tapi kemudian langsung menyatakan akan memulihkan pelestarian kawasan wisata Danau Toba baru-baru ini, juga harus perlu segera melakukan aksi di lapangan untuk mengembalikan citra wisata dan pesona ekoturisme Danau Toba seperti pada masa lalu.
Tahap pertama, setelah PT Aquafarm Nusantara tutup atau hengkang dan PT Allegrindo direlokasi, yang perlu dilakukan adalah menghijaukan kembali kawasan seputar danau (cathment area), baik dengan penanaman massal sejumlah pepohonan atau tumbuhan baru, maupun dengan menjaga pepohonan lainnya agar tak ditebangi pihak-pihak yang tak bertanggungjawab. Lagipula, ujar dia, Aquafarm Nusantara sebagai perusahaan PMA di bidang perikanan air tawar, selama ini ternyata belum memberikan kontribusi sosial ekonomi yang signifikan bagi masyarakat setempat. Malah sebaliknya, perusahaan yang beroperasi dengan izin pemerintah pusat itu justru memberikan “kontribusi” pencemaran yang luar biasa bagi Danau Toba.
“Lihat saja, pada hari libur pun mulai tampak sejumlah area pantai tak lagi dijadikan tempat rekreasi atau mandi-mandi bagi turis atau warga pelancong karena airnya sudah kotor sekali. Sehingga, para turis hanya bisa mandi-mandi di kolam-kolam yang ada di hotel-hotel bintang di Parapat. Ini harus diperhatikan betul-betul demi masa depan Danau Toba. Apalagi, Danau Toba adalah situs dunia sebagai objek wisata super volcano yang hanya ada dua di dunia, yaitu Yellowstone Park di Amerika, dan Danau Toba di Indonesia (Sumut),” katanya prihatin. (M9/d)
Sumber:
http://hariansib.com
0 komentar:
Posting Komentar