Home | Berita Opini | Peta Wisata | Wisata Alam | Seni Pertunjukan | Wisata Belanja | Wisata Bahari | Wisata Budaya | Wisata Boga | Wisata Museum | Wisata Religi | Wisata Sejarah | Cerpen
Share/Save/Bookmark

Kuntala, Sriwijaya dan Swarnabhumi

oleh Prof.Dr.Slamet Mulyana

KERAJAAN Sriwijaya kebanggaan masa silam Indonesia. Kekuasaannya melampaui batas geografis tanah air kita, berabad-abad mendominasi pelayaran dan perdagangan antarbangsa, satu-satunya negara Asia Tenggara abad tengah yang banyak diberitakan kronik Arab dan Cina. Namun penyusunan sejarahnya belum tuntas. Maklum Sriwijaya baru dikenal dalam historiografi modern pada tahun 1918, berkat tulisan George Coedes, Le Royaume de Crivijaya.

Kronik Cina abad ke-7 dan ke-8 memberitakan negeri atau kerajaan di ‘laut selatan’ bernama Shih-li-fo-shih. Kronik abad ke-9 sampai ke-14 memberitakan negeri San-fo-tsi. Berdasarkan beberapa prasasti yang menyebut nama ‘Sriwijaya’, Coedes mengidentifikasi Sriwijaya sebagai nama negeri dan kerajaan yang ditransliterasikan menjadi Shih-li-fo-shih atau San-fo-tsi. Dan lahirlah teori: Kerajaan Sriwijaya berdiri sejak abad ke-7 sampai ke-14.


Buku terbaru Prof.Dr.Slametmulyana ini, bekas dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, banyak memberikan sumbangan berharga bagi penyusunan sejarah Sriwijaya. Karya filolog terkemuka ini diharapkan dapat merangsang pemikiran baru.

Dengan argumentasi meyakinkan, pengarang melokasikan negeri Sriwijaya (Shih-li-fo-shih) di Palembang dan negeri Malayu (Mo-lo-yu) di Jambi. Pelokasian Malayu ditunjang oleh prasasti Amoghapasa di Jambi yang menyebutkan negeri Malayu. Penelitian geomorfologi Dinas Purbakala, 1954, yang membuktikan Jambi abad ke-7 terletak di pantai dan ideal bagi persinggahan kapal, ternyata cocok dengan uraian pendeta I-tsing (634-713) tentang pelabuhan Malayu.

Pelokasian Sriwijaya di Palembang memiliki bukti-bukti tak terbantah. Uraian I-tsing bahwa Sriwijaya di tenggara Malayu dan di muara sungai besar. Penelitian geomorfologi bahwa Palembang abad ke-7 berlokasi di pantai. Sebagian besar prasasti Sriwijaya ditemukan di Palembang. Dan yang terpenting, prasasti Telaga Batu di Palembang merinci nama jabatan yang hanya mungkin ada di pusat pemerintahan: putra mahkota, selir raja, senapati, hakim, para menteri, sampai pembersih dan pelayan istana.

Ini perlu ditegaskan karena para penyusun Sejarah Nasional Indonesia (Jilid II, Zaman Kuna) —buku standar dari Dep. P&K— terlalu gegabah menjatuhkan vonis: ibukota Sriwijaya bukan di Palembang. Mereka kiranya wajib meruntuhkan argumentasi Prof. Slametmulyana.

Pengarang juga menguraikan perluasan wilayah Sriwijaya berdasarkan prasasti-prasasti dan uraian I-tsing. Akhir abad ke-7, raja Sriwijaya Dapunta Hyang Sri Jayanasa menaklukkan Bangka, Lampung, Malayu (Jambi), Sumatera Timur, Semenanjung Malaka, Muangthai Selatan. Prasasti Kota Kapur (Bangka) menyebutkan pada 686 tentara Sriwijaya berangkat menyerbu Jawa. Menurut pengarang, yang ditaklukkan adalah Jawa Barat, terbukti dari adanya prasasti berbahasa Melayu di Bogor. Prasasti Sriwijaya memang berbahasa Melayu, dan tak mungkin raja Jawa atau Sunda mengeluarkan prasasti dengan bahasa itu. Tapi mengapakah pengarang ragu menyimpulkan bahwa Jawa Tengah pun pernah dikuasai Sriwijaya?

Di Jawa Tengah banyak prasasti berbahasa Melayu: Sojomerto, Gandasuli, Dieng, Bukateja, Candi Sewu. Prasasti Sojomerto (ditemukan tahun 1963) menyebut Dapunta Selendra, pendiri Wangsa Sailendra. Gelar ini sama dengan gelar raja Sriwijaya, Dapunta Hyang. Prasasti Gandasuli menyebut pembesar Sailendra bergelar Sida, gelar yang tak dimiliki pembesar Jawa. Yang jelas, itu adalah gelar pembesar Sriwijaya seperti tercantum pada prasasti di Palembang (J.G. de Casparis, Prasasti Indonesia II, 1956, h.5). Pengarang mengatakan Dapunta Selendra berasal dari Sumatera Selatan (h.148). Seharusnya pengarang lebih tegas mengatakannya dari Sriwijaya. Tumbuhnya Wangsa Sailendra di Jawa Tengah abad ke-8 berkat penaklukan daerah ini oleh Sriwijaya. Tidak mustahil, Dapunta Selendra adalah salah seorang keturunan Dapunta Hyang yang diberi daerah kekuasaan di Jawa Tengah.

Prasasti Nalanda (860) menyebutkan bahwa Balaputradewa raja Suwarnadwipa adalah keturunan Sailendra dari Jawa. Dari prasasti Siwagreha (856) diketahui bahwa Balaputra mengungsi dari Jawa lantaran kalah perang melawan Wangsa Sanjaya. Sangat mustahil seorang pengungsi dari Jawa diterima orang Sriwijaya menjadi raja jika tak ada hubungan famili! Para ahli sejarah seperti George Coedes, F.D.K. Bosch, Muhammad Yamin, Oliver W. Wolters, menduga ibu Balaputra adalah putri Sriwijaya. Tapi tak ada sumber sejarah mengatakan demikian. Kiranya alasan yang tepat adalah bahwa Wangsa Sailendra berasal dari Sriwijaya. Jadi Balaputradewa kembali ke daerah nenek moyangnya. Wajar jika ia memiliki hak atas tahta Sriwijaya.

Tapi Prof. Slamet membuat ‘teori baru’ dalam bukunya ini. Menurutnya, Kerajaan Sriwijaya runtuh pada abad ke-8 karena ditaklukkan Wangsa Sailendra. Lalu Balaputradewa mendirikan kerajaan baru pada abad ke-9 di Jambi bernama Suwarnadwipa. Nama ini bersinonim dengan Suwarnabhumi yang ditransliterasikan San-fo-tsi dalam kronik Cina.

Teori Prof. Slamet bertentangan dengan sumber sejarah yang mengatakan Kerajaan Sriwijaya masih ada pada abad ke-11. Prasasti di India yang dikenal dengan Piagam Leiden menyebutkan raja Sriwijaya tahun 1006 bernama Sri Marawijayatunggawarman, putra raja Sri Cudamaniwarman keluarga Sailendra. Sudah tentu raja ini keturunan Balaputradewa. Konsekuensinya, Suwarnadwipa pada prasasti Nalanda adalah Kerajaan Sriwijaya. Kedua nama raja Sriwijaya dalam Piagam Leiden cocok dengan nama-nama raja San-fo-tsi, Se-li-chu-la-wu-ni dan Se-li-ma-la-pi, dalam kronik Sung-shih (Sejarah Dinasti Sung). Tahunnya pun cocok. Jadi San-fo-tsi yang diberitakan kronik Sung-shih adalah Kerajaan Sriwijaya.

Untuk menutupi kelemahan teorinya, pengarang mengatakan Piagam Leiden itu menyesatkan karena, katanya, bertentangan dengan berita Al-Mas`udi bahwa Sriwijaya merupakan negeri bawahan (h.182). Entah buku Al-Mas`udi mana yang dibaca pengarang. Yang jelas, Abu Hasan Al-Mas`udi dalam catatannya Murujuz-Zahab wa Ma’adinul-Jawhar (943) tak pernah mengatakan demikian. Justru dari keterangan Al-Mas`udi dan musafir-musafir Arab lainnya kita mengetahui bahwa negeri paling utama di Asia Tenggara abad ke-10 adalah Sriwijaya.

Namun saya sependapat dengan pengarang bahwa San-fo-tsi dalam kronik Chu-fan-chi (Catatan Negeri Asing, ditulis oleh Chau Ju-kua pada 1225) bukanlah Kerajaan Sriwijaya-Palembang, melainkan Kerajaan Malayu-Jambi (hh.188-189). Chu-fan-chi mengatakan Palembang sebagai negeri bawahan San-fo-tsi. Uraian Chu-fan-chi tentang pelabuhan San-fo-tsi sama dengan uraian I-tsing tentang Malayu dan cocok dengan penelitian geomorfologi tentang Jambi.

Jadi ada dua kerajaan (Sriwijaya dan Malayu) yang disebut San-fo-tsi. Patut diingat, kronik Cina sering menyebut suatu negeri atau kerajaan dengan nama pulaunya. Sebelum abad ke-15 Pulau Sumatera bernama Suwarnadwipa atau Suwarnabhumi, artinya ‘pulau emas’. Kiranya Prof. Slamet benar ketika mengidentifikasi nama San-fo-tsi dengan Suwarnabhumi. Tapi beliau lupa bahwa itu nama pulau. Wajar jika berita tentang San-fo-tsi ada yang cocok untuk Sriwijaya-Palembang dan ada yang cocok untuk Malayu-Jambi. Kedua kerajaan ini sama-sama disebut San-fo-tsi karena memang terletak di Sumatera. Seperti halnya kerajaan-kerajaan di Jawa disebut She-po (transliterasi dari nama Jawa).

Adapun runtuhnya Sriwijaya bisa dilacak sebagai berikut. Setelah kerajaan itu lumpuh akibat serangan Cola pada 1025 (prasasti Tanjore), negeri Malayu yang sejak abad ke-7 menjadi bawahannya bangkit kembali. Kronik Ling-wai-tai-ta mencatat utusan Jambi ke Cina pada 1079, 1082, 1088. Sepanjang abad ke-12 kiranya Malayu merebut banyak daerah dari tangan Sriwijaya yang kian lemah. Pada 1183 kekuasaan Malayu telah sampai ke Semenanjung Malaka (prasasti Grahi). Menurut Sung-shih, utusan terakhir Sriwijaya ke Cina datang pada 1178. Tiba-tiba kronik Chu-fan-chi tahun 1225 mencatat Palembang sebagai bawahan Malayu. Boleh dipastikan, Kerajaan Sriwijaya runtuh akhir abad ke-12 atau sekitar tahun 1200 (antara 1178 dan 1225) karena ditaklukkan oleh Kerajaan Malayu! Ini merupakan antitesis terhadap teori Prof. Slamet yang menganggap Sriwijaya runtuh abad ke-8. Sekaligus antitesis terhadap pendapat umum ahli sejarah yang menganggap Sriwijaya runtuh abad ke-14.

Jadi yang disebut San-fo-tsi abad ke-13 dan ke-14 adalah Kerajaan Malayu. Kitab Nagarakretagama (1365) pupuh XIII menyebutkan seluruh daerah di Sumatera sebagai ‘Bhumi Malayu’. Selama ini ahli sejarah menganggap San-fo-tsi sinonim dari Shih-li-fo-shih (Sriwijaya). Akibatnya kebesaran Kerajaan Malayu tidak mendapat tempat dalam buku sejarah. Malayu yang jaya abad ke-13 disangka Sriwijaya.

Prof. Sukmono melokasikan Sriwijaya di Jambi lantaran banyak berita San-fo-tsi yang cocok untuk Jambi (Tentang Lokalisasi Sriwijaya, 1958). Prof. George Coedes yang melokasikan Sriwijaya di Palembang masih perlu menulis: Whether it had its center at Palembang or at Jambi... (The Indianized States of Southeast Asia, 1968, h.179). Prof. O.W. Wolters dalam dua bukunya, Early Indonesian Commerce (1967) dan The Fall of Srivijaya (1970), menduga ibukota Sriwijaya mula-mula di Palembang lalu pindah ke Jambi. San-fo-tsi dalam kronik Chu-fan-chi diartikannya ‘Srivijaya, now meaning Malayu-Jambi’. Kalimat Wolters ini jelas aneh, sebab bagaimanapun Sriwijaya dan Malayu dua kerajaan yang berbeda, tak boleh disamakan begitu saja. Semua kesimpangsiuran di atas lantaran satu sebab: mereka menganggap berita-berita San-fo-tsi selalu menyatakan Sriwijaya.

Sejarah Dinasti Ming abad ke-14 mengatakan ‘San-fo-tsi dahulu disebut Kan-to-li’. Kan-to-li adalah negeri abad ke-5 sebelum Malayu dan Sriwijaya. Karena San-fo-tsi zaman Ming adalah Malayu, lokasi Kan-to-li tentu di Jambi. Perlu dicatat, banyak nama tempat yang berasal dari nama tempat di India. Huruf prasasti di Asia Tenggara serupa dengan di Kuntala, dekat Mysore (J.G. de Casparis, Indonesian Palaeography, 1975, h.13). Pendapat Prof. Slamet sungguh menarik dan patut dipertimbangkan: nama Kuntala (Kuntali) diambil sebagai nama negeri di Jambi abad ke-5 yang ditransliterasikan Kan-to-li. Lama-kelamaan nama Kuntal mengalami metatesis menjadi Tungkal, nama daerah di Jambi.***

Sumber:
http://www.wacananusantara.org

3 komentar:

  1. san fo shi atau sam mo shi dalam dialek canton itu bisa saja punya arti wilayah pedalaman musi karna kata sam artinya perbukitan sedangkan semua prasati di palembang tidak menyebutkan palembang sebagai ibukota dan prasasti yg paling jelas itu adalah yg di tulis oleh rajedra cola dalam bahasa tamil yg mana kerajaan yg berkuasa atas wilayah yg di sebut sriwijaya itu berada pada perbukitan yg tinggi dengan benteng yg sulit di dekati(salam kenal)

    BalasHapus
  2. Betul itu.. Makna dari Prasasti lempeng yg didapat dari reruntuhan kuil di Tirukalar itu.. Mengisahkan,keruntuhan Sriwijaya di bawah Raja Sangramawijaya tunggawarman...dan juga kerajaab yg membumi hanguskan kerajaan Chola... Malahan sekarang,diplesetkan sebagai nama daerah2,,,

    BalasHapus
  3. https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.sg/2017/12/kenapa-mimpi-jadi-aneh-saat-tubuh-sakit.html
    https://kokonatsutrrrrrrrrrrrrr.blogspot.sg/2017/12/cara-mudah-mendapatkan-penginapan.html

    Taipan Indonesia | Taipan Asia | Bandar Taipan | BandarQ Online
    SITUS JUDI KARTU ONLINE EKSKLUSIF UNTUK PARA BOS-BOS
    Kami tantang para bos semua yang suka bermain kartu
    dengan kemungkinan menang sangat besar.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    Cukup Dengan 1 user ID sudah bisa bermain 7 Games.
    • AduQ
    • BandarQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • FaceBook : @TaipanQQinfo
    • WA :+62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    Come & Join Us!!

    BalasHapus