Home | Berita Opini | Peta Wisata | Wisata Alam | Seni Pertunjukan | Wisata Belanja | Wisata Bahari | Wisata Budaya | Wisata Boga | Wisata Museum | Wisata Religi | Wisata Sejarah | Cerpen
Share/Save/Bookmark

Atas Nama Marwah Rakyat

oleh: Abdul Malik

MARWAH, bagi puak yang berbudaya Melayu, tak hanya sekadar kata yang berarti “kehormatan diri, harga diri, dan atau nama baik”. Lebih lebih jauh, marwah mendorong penggunanya untuk melakukan tindak direktif seperti mengusulkan, mendesak, memerintahkan, dan memperjuangkan. Bahkan, sering terjadi orang harus melakukan perlawanan dan menentang jika ternyata marwahnya dicuaikan, ditekan, dan atau dijejasi.

Karena berkaitan erat dengan rasa bangga dan status diri, marwah mampu menggesa orang untuk menjadikannya sebagai tanggung jawab moral untuk diperjuangkan. Perlawanan yang dilakukan oleh Hang Jebat dan yang lebih menggemparkan lagi pembunuhan yang dilakukan oleh Megat Seri Rama terhadap Sultan Mahmud Mangkat Dijulang, perlawanan Raja Haji Fi Sabilillah terhadap pemerintah kolonial Belanda sehingga wira itu lebih rela syahid di medan perang, dan tak diakuinya pemerintahan penjajah Belanda oleh para petinggi dan rakyat Kerajaan Riau-Lingga sehingga mereka rela kehilangan nyawa dan harta-benda, sekadar beberapa contoh, semuanya dilakukan demi marwah. Ajaran marwah mengamanatkan tak boleh ada peminta-minta, apa pun bentuk dan caranya, apalagi di tanah tumpah darah kita sendiri, yang kita adalah ahli waris sahnya.


Begitulah daya magis marwah yang mampu membuat orang yang dalam kesehariannya kelihatan biasa-biasa saja tiba-tiba menjelma menjadi kekuatan yang mahadahsyat lagi istimewa. “Lebih baik berputih tulang daripada berputih mata”.
Dalam kaitannya dengan pembentukan Propinsi Kepulauan Riau (Kepri), 15 Mei diperingati sebagai Hari Marwah. Tanggal itu ditetapkan bersempena dengan Musyawarah Rakyat Kepri, 15 Mei 1999 di Tanjungpinang sepuluh tahun yang lalu, yang dihadiri ribuan orang. Dalam Musyawarah Rakyat itu dicetuskan Deklarasi Rakyat Kepri yang menuntut pembentukan propinsi. Secara lengkap, Deklarasi Rakyat itu berbunyi sebagai berikut.

“Menangkap aspirasi yang berkembang dalam Musyawarah Rakyat Kepulauan Riau pada hari Sabtu, tanggal 15 Mei 1999 di Tanjungpinang, maka Deklarasi Rakyat Kepulauan Riau sebagai berikut: 1. Mempercepat kemakmuran masyarakat secara adil dan merata melalui pembentukan Propinsi Kepulauan Riau. 2. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas secara nyata dilaksanakan dengan pemekaran daerah otonom Kepulauan Riau. 3. Pemekaran Daerah Otonom Kepulauan Riau terdiri atas: (1) Kota Tanjungpinang, (2) Kabupaten Bintan, (3) Kabupaten Karimun, (4) Kabupaten Kepulauan Lingga, (5) Kabupaten Pulau Tujuh. 4. Mendesak Pemerintah agar Kotamadya Batam menjadi Daerah Otonom dalam wilayah Propinsi Kepulauan Riau. Ditetapkan di Tanjungpinang, pada tanggal 15 Mei 1999. Tim Perumus; ketua: Prof. Dr. Mochd. Saad; sekretaris: Drs. Azirwan; anggota: Drs. H. Abdul Malik, M.Pd., Ir. H. Moh. Gempur Adnan, Raja Hamzah Junus (alm., AM), H. Rusley Silin, Drs. H.M. Saleh Wahab (alm., AM), H. Bakri Syukur, H. Arief Rasahan.”

Matlamat yang hendak dituju dari rencana pembentukan Propinsi Kepulauan Riau itu sangatlah mulia: untuk melakukan akselerasi pencapaian kesejahteran rakyat sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kepri. Walaupun begitu, hari-hari sesudah Deklarasi Rakyat itu taklah berjalan mudah dan menyenangkan, tetapi penuh dengan ketegangan, perdebatan, dan perlawanan, yang berlanjut pada perjuangan panjang yang melelahkan, baik fisik maupun psikhis. Pasal apa? Semua kita sudah mengetahuinya, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Riau secara kelembagaan tak merelakan Kepri berpisah dari Propinsi Riau secara administrasi pemerintahan. Isu utama yang diangkat ialah keutuhan budaya Melayu jangan sampai terorak dengan adanya pemekaran propinsi baru.

Anehnya, pemikiran para pemimpin propinsi induk dan DPRD Propinsi Riau itu tak sejalan dengan masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota se-Propinsi Riau. Umumnya, mereka ikhlas berpisah dari Kepri agar Negeri Segantang Lada ini lebih cepat berkembang dan masyarakatnya dapat terbebas dari kesulitan hidup. Salah seorang pemimpin di Riau Daratan yang sangat mendukung perjuangan rakyat Kepri itu ialah H.M. Rusli Zainal, yang kala itu beliau menjabat Bupati Indragiri Hilir.

Di samping dilandasi oleh pemikiran rasional, agaknya hubungan emosional Rusli Zainal dengan Kepri ini sangat erat karena ibunda beliau berasal dari Daik, Lingga. Oleh sebab itu, menjelang Propinsi Kepri diresmikan, ketika sudah terpilih dan menjabat Gubernur Riau, Rusli Zainal-lah yang mempersiapkan pelaksana tugas aparat birokrasi Propinsi Kepri dari sekretaris daerah, para asisten, kepala badan, kepala dinas, dan kepala biro setelah berkonsultasi dengan pengurus Badan Persiapan Pembentukan Propinsi Kepulauan Riau (BP3KR). Para pejabat bentukan Rusli Zainal itulah yang mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk peresmian Propinsi Kepri dan pelantikan H. Ismeth Abdullah sebagai Plt. Gubernur Kepri di Gedung Daerah, Tanjungpinang, 1 Juli 2004.

Di Kepri sendiri, walaupun sebagian besar rakyat daerah ini mendukung dan ikut memperjuangkan pembentukan propinsi, ternyata kita dapat membaginya atas kelompok-kelompok berikut. Pertama, orang yang betul-betul berjuang untuk mewujudkan Propinsi Kepri sehingga rela berkorban apa saja untuk mencapai tujuan itu. Kedua, orang yang betul-betul menentang pembentukan Propinsi Kepri dengan pelbagai cara dan helah. Ketiga, orang yang mendukung pembentukan Propinsi Kepri, tetapi mereka tak berani ke depan karena khawatir masa depannya terancam. Golongan ketiga ini banyak dari kalangan birokrat. Keempat, orang yang tak nyata mendukung atau menentang pembentukan Propinsi Kepri. Bagi kelompok terakhir ini, jadi tak jadi Propinsi Kepri sama saja.

Di antara mereka yang menentang pembentukan Propinsi Kepri, baik yang berasal dari propinsi induk maupun dari Kepri, itu kini banyak yang menjadi pejabat penting pemerintah, legislatif, dan lembaga lain di Propinsi Kepri.

Itu membuktikan bahwa Kepri sangat akomodatif terhadap kepentingan unsur eksternal dan terbuka untuk semua orang betapa pun latar sosio-psikologisnya terhadap masyarakat dan daerah ini. Ketika ada yang menyebut kata perjuangan dan pejuang, dengan lantang mereka mengatakan, “Siapakah pejuang itu dan bila pula kita berperang?” Setelah tak berdaya dalam menahan pembentukan Propinsi Kepri, mereka masih berupaya melenyapkan ingatan kolektif masyarakat terhadap para pejuang propinsi ini. Ah, ke mana perginya marwah para oportunis ini ya? Perlu ditegaskan di sini, tanpa perjuangan yang dilakukan oleh orang-orang yang gigih dan dukungan sebagian besar rakyat, Propinsi Kepri tak akan pernah terwujud, itulah faktanya.

Kini Propinsi Kepri sudah pun melejit menjadi propinsi keenam terbaik di Indonesia. Itu prestasi yang cukup signifikan hasil karya pemerintah pimpinan H. Ismeth Abdullah dan H.Muhammad Sani. Bersamaan dengan itu, pada Jumat, 15 Mei 2009, di Hotel Comfort (10 tahun lalu namanya Hotel Royal Palace), Tanjungpinang diadakan acara yang oleh panitianya disebut Peringatan 10 Th. Gerak Marwah Rakyat Kepri (ketika kolom ini ditulis acara belum berlangsung dan tatkala kolom ini hadir di hadapan sidang pembaca, acaranya sudah dilaksanakan). Dalam undangan tertera nama-nama penting yang hadir: H. Ismeth Abdullah, Gubernur Kepri, H. Huzrin Hood, ketua umum BP3KR, dan H. Mukhtar Silin, tokoh BP3KR. Biasanya juga acara seperti ini akan dihadiri oleh semua bupati/walikota dan unsur DPRD. Sebagai rakyat, kita berharap, pertemuan para pemimpin itu dapat menghasilkan rumusan, yang pada gilirannya diimplementasikan, untuk lebih memajukan Kepri. Pasal, bukan tak percaya pada data kuantitatif, kenyataannya lubang kemiskinan dan ketertinggalan masih terlalu lebar menganga, terutama di kampung-kampung.***

Sumber: http://batampost.go.id
Photo: http://antarasumut.com

2 komentar:

  1. blog yg kuinginkan adalah seperti ini, tapi aku masih baru ja mengenal. internet ja baru masuk ke daerahku...

    BalasHapus
  2. Wah, kok link-ku gak ada di blog ini yah..?

    BalasHapus