Home | Berita Opini | Peta Wisata | Wisata Alam | Seni Pertunjukan | Wisata Belanja | Wisata Bahari | Wisata Budaya | Wisata Boga | Wisata Museum | Wisata Religi | Wisata Sejarah | Cerpen
Share/Save/Bookmark

Kawasan Wisata di Pesisir Pantai Sumatera Barat

“Potensi, Pengembangan dan Harapan”
Oleh : Efrianto

Provinsi Sumatera Barat dikenal sebagai daerah yang memiliki garis pantai yang memanjang dari Kabupaten Pesisir Selatan hingga Kabupaten Pasaman Barat. Sebagai daerah yang memiliki wilayah pantai, sebagian besar masyarakat di kawasan tersebut bekerja pada sektor perikanan dan bertempat tinggal pada kawasan pantai. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat tahun 2006, penduduk Sumatera Barat saat itu berjumlah 4.7 juta jiwa yang menyebar di 19 kabupaten dan kota. Lebih dari satu (1) juta jiwa tergolong sebagai penduduk miskin, dan penduduk miskin di Sumatera Barat umumnya berada pada kawasan pesisir pantai.
Kemiskinan dikawasan tersebut lebih disebabkan oleh rendahnya kemampuan mereka untuk memanfaatkan potensi perikanan dan potensi lain yang berada disekitar mereka. Hal itu disebabkan karena terbatasnya modal yang mereka miliki dan terbatasnya ilmu pengetahuan yang mereka kuasai, sehingga potensi yang berada disekitar mereka tidak mampu dioptimalkan. Sehingga, menyebabkan perekonomian mereka sulit untuk berkembang. Untuk itu perlu dilakukan sebuah upaya yang sistematis agar kemiskinan dikawasan tersebut dapat diatasi, sehingga cita-cita untuk mewujudkan Sumatera Barat yang sejahtera, baik secara ekonomi maupun kesehatan pada tahun 2020 dapat terwujud.


Kawasan pesisir Sumatera Barat sesungguhnya memiliki potensi yang luar biasa dan memiliki prospek untuk dikembangkan. Disamping kekayaan laut yang masih belum tergarap dengan optimal, kawasan ini memiliki objek-objek wisata yang bisa dikembangkan. Di kabupaten Pesisir Selatan kita mengenal Pantai Corocok, Resort Mandeh, di Kota Padang kita mengenal Pantai Air Manis, Pantai Padang, Pantai Pasir Jambak, di Pariaman kita mengenal Pantai Tiram, Pantai Arta, Pantai Gondariah, dan lain-lain. Potensi pariwisata yang sangat banyak tersebut belum tergarap dengan optimal.
Kawasan Pantai yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten dan kota sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata, terutama wisata bahari akhir-akhir ini telah menjadi salah satu produk wisata yang penting. Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya permintaan dan jasa wisata bahari baik oleh wisatawan manca negara maupun wisatawan lokal. Pembangunan kepariwisataan bahari pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan objek dan daya tarik wisata bahari yang terdapat di Sumatera Barat yang terwujud antara lain dalam bentuk kekayaan alam yang indah (pantai), keragaman flora dan fauna (taman laut) serta budaya tradisional yang berkaitan dengan legenda kelautan.
Kota Padang yang memiliki garis pantai sepanjang 99,63 km, serta mempunyai pantai putih dan landai yang sangat cocok untuk wisata pantai, mulai dari Pantai Pasir Jambak di utara sampai ke Pantai Sungai Pisang di selatan. Begitu juga dengan pulau-pulaunya, banyak pulau berpantai putih bersih. Kawasan yang sudah dikelola menjadi objek wisata pantai adalah: Pantai Pasir Jambak, Pantai Padang, Taman Nirwana, Pantai Pasir Putih Bungus, Pulau Sikuai dan Pantai Air Manis, itupun belum tergarap dengan optimal.
Potensi wisata bawah laut terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan dengan adanya kawasan ekosistem terumbu karang yang terdapat hampir di setiap pulau-pulau kecil dan gosong (patch reef). Luas kawasan terumbu karang di Kabupaten Pesisir Selatan adalah 2.776,77 Ha (Efendi, 2000) Kawasan terumbu karang yang dapat digunakan sebagai wisata bawah air antara lain Pulau Cingkuak, Semangke Besar dan Semangke Kecil, Pulau Babi, Pulau Aur Kecil dan Aur Besar dan Pulau Cubadak serta Pulau Pagang. Objek wisata bahari yang sudah mulai dikelola di Kabupaten Pesisir Selatan antara lain Pulau Cubadak, Pulau Pagang dan Pantai Carocok Painan.
Kabupaten Padang Pariaman mempunyai garis pantai termasuk seluruh pulau-pulau kecil (6 buah pulau) adalah 62,33 km. pantai yang mereka miliki umumnya pantai berpasir putih yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi tempat wisata pantai. Pulau-pulau yang ada di Kabupaten Padang Pariaman diantaranya adalah Pulau Bando, Pulau. Pieh, Pulau. Angso, Pualau. Karsik, Pulau Ujung dan beberapa gosong. Di Perairan pulau Pieh ditemukan berbagai jenis ikan karang, baik untuk konsumsi sehari-hari ataupun untuk ikan hias. Keragaman dan jenis ikan yang paling banyak ditemukan di perairan Sumatera Barat adalah di perairan Pulau Pieh ini. Pada tahun 2000, perairan Pulau Pieh dan sekitarnya sudah ditetapkan menjadi Taman Wisata Laut oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan dengan Surat Keputusan Nomor: 070/Kepts-II/2000 tanggal 28 Maret 2000. Luas kawasan Taman Wisata Laut (TWL) Pulau Pieh adalah 39.900 Ha yang meliputi perairan Pulau Bando di Utara sampai pulau Marak di Selatan. Jadi kawasan TWL Pulau Pieh meliputi Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan.
Objek wisata bahari juga ditemukan di Kabupaten Pasaman Barat yang sudah dan mulai dikelola Dinas Pariwisata Kabupaten Pasaman Barat, yakni Pantai Sasak yang dikelola oleh masyarakat. Jenis wisatanya adalah wisata pantai untuk menikmati indahnya pemandangan pantai dan pasir putih. Walaupun baru satu objek wisata bahari yang dikelola, namun wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Pasaman Barat relatif cukup banyak, baik wisatawan mancanegara (wisman) maupun wisatawan nusantara {wisnu). Para wisatawan macanegara umumnya banyak mengunjungi objek wisata Rimbo Panti dan Bonjol. Sedangkan wisnu lebih banyak mengunjungi objek wisata yang ada di Kecamatan Pasaman (Air Bangis) dan Pantai Sasak.( Fak. Kelautan Bung Hatta )
Disamping wisata bahari kawasan pesisir pantai barat Sumatara Barat juga bisa dikembangkan sebagai kawasan wisata religi dan budaya, seperti Pantai Padang dengan legenda Malin Kundang yang menceritakan tentang kisah durhaka seorang anak terhadap orang tuanya hingga sang anak dikutuk menjadi batu. Gunung Padang juga punya kuburan Siti Nurbaya yang terkenal lewat cerita kasih tak sampai. Cerita yang mengisahkan keterpaksaan seorang wanita minang untuk mengikuti adat yang berlaku pada masa lampau dan dominannya peran datuk (penghulu) dalam kehdupan masyarakat saat itu, sehingga dia harus kehilangan orang yang dicintai. Sedangkan di Kabupaten Padang Pariaman ada makam Syekh Burhanuddin di Ulakan, yang dikenal sebagai pembawa ajaran Islam di Minangkabau. Daerah sekitar makam itu memiliki potensi yang luar biasa bila dikembangkan dengan optimal, sebab pada bulan-bulan dan hari-hari tertentu kawasan ini ramai dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah untuk barsyafa di kawasan ini.
Wisata kuliner juga belum tergarap dengan optimal dikawasan pesisir Barat Sumatera Barat, disebabkan makanan-makanan tradisional yang terdapat di sepanjang pantai Padang hingga Pariaman memiliki potensi untuk dikembangkan. Apalagi makanan yang dihasilkan merupakan spesifik yang sulit untuk ditemukan pada daerah lain seperti telur penyu, sala lauk, nasi sek dan lain-lain.
Pasca Bom Bali, Sumatera Barat mengklaim sebagai daerah paling aman di Indonesia dan para pelaku wisata berharap industri pariwisata di Ranah Minangkabau dapat memperoleh kemajuan serta bisa menarik minat wisatawa untuk berkunjung ke Sumatera Barat. Namun cita-cita untuk menjadikan ranah Minang sebagai kawasan menarik bagi wisatawan belum mampu diwujudkan oleh pemerintah daerah, pelaku wisata dan pihak-pihak terkait.
Tahun 2007, Provinsi Sumatara Barat oleh Departemen Kebudayan dan Pariwisata telah ditetapkan salah satu dari lima daerah di Indonesia yang dijadikan sebagia daerah destinasi unggulan. Kebijakan ini ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai upaya untuk mengembangkan pariwisata di luar pulau Jawa dan Bali. Disamping itu untuk menjadikan sektor pariwisata dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Sumatera Barat. Kepercayaan pemerintah pusat menetapkan Sumatra Barat sebagai daerah wisata unggulan di Indonesia, hanya akan berhasil jika masyarakat, pelaku usaha dan aparatur pemerintah telah sadar wisata serta tak “aji mumpung” dalam menggenjot pemasukkan dari sektor yang juga menjadi satu-satunya andalan Sumbar dalam menggenjot pendapatan dan perekonomian daerah.
Gubernur Sumatera Barat telah menetapkan 10 Daerah tingkat II sebagai daerah destinasi dan memerintahkan Para walikota dan bupati pada kawasan tersebut untuk menyusun program agar destinasi yang dicanangkan dapat berjalan dengan optimal. Ke 10 kabupaten/kota di Sumbar yang dikembangkan sebagai daerah destinasi wisata. yaitu Kota Padang, Kota Bukittingi, Kabupaten 50 Kota, Kabupaten Sawahlunto, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Mentawai. (Haluan. Wordpress.com/2007)
Instruksi dan penetapan 10 daerah destinasi oleh gubernur, ditindaklanjuti secara beragam oleh pemerintah kota dan Kabupaten di Sumatera Barat. Seperti Pemerintah Kota Padang melalui Dinas Pariwisata mencanangkan akan mengembangkan kawasan Pantai Padang menjadi Taman Impian Jaya Ancolnya Sumatera Barat. Belum selesai program ini dilaksanakan, pemerintah kota Padang juga telah menetapkan Kelurahan Air Manis sebagai Kelurahan Sadar Wisata. Pemerintah kota berencana mengembangkan sebuah kawasan yang memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk tinggal bersama penduduk, namun semua kebijakkan tersebut belum memperlihatkan perubahaan yang signifikan.
Tahun 2007 segera berakhir, implementasi dari penetapan Sumatera Barat sebagai daerah destinasi unggulan belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Kebijakan yang mendapat dukungan dana ±16 milayar dari pemerintah pusat belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Potensi wisata yang dimiliki oleh masyarakat di pesisir pantai belum mampu meningkatkan perekonomian mereka sehingga kantong-kantong kemiskinan masih tetap berada di kawasan pantai. Kenapa ... ?
Daerah Sumatera Barat dengan penduduk terbanyak berasal dari etnik Minangkabau, memiliki filosofi/falsafah adat yang dikenal dengan nama Adat Bersandi Syarak, Syarak Bersandi Kitabullah (ABS - SBK), sehingga seluruh kehidupan masyarakat di Minangkabau harus sesuai dengan hukum agama (Islam). Pemahaman dan pandangan yang belum seragam dalam menempatkan ABS - SBK dalam pengembangan pariwisata, merupakan salah satu faktor yang menyulitkan pariwisata berkembang di Sumatera Barat. Sebagai daerah yang masih kental memegang adat, maka privaci dan kebebasan seseorang pada sebuah kawasan mudah menggalami ganggungan, jika orang tersebut bertindak dan berprilaku diluar kelaziman yang dimiliki masyarakat setempat. Sehingga bukan hal yang aneh bila hotel-hotel berbintang juga dirazia oleh berbagai elemen masyarakat Sumatera Barat (Kompas 22 Maret 2003). Disamping itu tingkat keamanan dan kenyamaan yang masih belum mampu diberikan secara maksimal, seperti tarif parkir yang tak jelas, pengamen yang tak beraturan, serta belum tersedianya fasilitas penunjang dikawasan wisata. Tak ada kalender pariwisata yang jelas menyebabkan wisatawan engan untuk berkunjung ke Sumatera Barat, karena terbatasnya pengetahuan mereka tentang apa event-event yang terdapat di Sumatera Barat.
Kondisi ini disebabkan konsep pariwisata yang akan dikembangkan di Sumatera Barat belumlah jelas. Daerah Bali sebagai daerah wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan, baik lokal maupun internasional telah memiliki konsep pariwisata budaya. sesuai dengan Perda No.3/1991 sebagai penyempurnaan Perda No.1/1974. "Peraturan ini merupakan turunan dari bingkai visi pembangunan Bali, yakni Bali Dwipa Jaya berlandaskan Tri Hita. Intinya, pembangunan Bali selalu mengedepankan keseimbangan antara manusia, lingkungan alam semesta dan Sang Pencipta. "Pembangunan yang hanya menitikberatkan pada kepentingan ekonomi, apalagi kepentingan sesaat tak pernah bisa tumbuh dengan baik di Bali. Sebagai lembaga pariwisata, kami mengimbau siapapun yang berusaha di Bali harus menaati aturan yang ada (Wisata Net - Bali Post )
Kapala Dinas Pariwisata Bali Gde Nurjaya mengingatkan, sesuai konsepsi pariwisata budaya (pasal 3 Perda No.3/1991) diharapkan adanya keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara penyelenggaraan pariwisata dan kebudayaan Bali. Selain itu, mutu objek dan daya tarik wisata diharapkan meningkat dan dilestarikan. Sebaliknya norma, nilai kebudayaan dan agama (Hindu) harus dipertahankan untuk membendung pengaruh negatif dari aktivitas pariwisata. Nurjaya juga mengingatkan, bahwa karena budayanyalah makanya Bali digandrungi wisatawan. Pernyataan tersebut dengan tegas menjelaskan bahwa pariwisata yang dikembangakan di Bali telah disesuaikan dengan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat. (Wisata Net – Bali Post 16 November 2007)
Sumatera Barat walaupun telah lama ditetapkan sebagai salah satu tujuan kunjungan wisata terbaik di Indonesia. Sejak itu pula pemerintahan Sumatera Barat bertekad memajukan pariwisata sebagai salah satu sumber andalan bagi keuangan daerah, mengingat potensi sumber daya alam Sumatera Barat yang memang cukup terbatas. Sumatera Barat bukanlah wilayah yang kaya dengan minyak atau gas seperti yang dimiliki Riau atau Sumatera Selatan. Material tambang yang dimiliki hanya batu bara yang cadangannya sudah semakin menipis. Dengan kondisi demikian, maka terdapat rationale yang kuat bagi pemerintah daerah Sumatera Barat untuk mengembangan sektor-sektor lain yang potensial memberi kontribusi bagi kas daerah. Salah satu pilihan itu adalah pariwisata. Persoalannya, sampai saat ini belum ada konsep pengembangan pariwisata Sumatera Barat yang sesuai dengan ABS – SBK dan faktor sosial-budaya. Pertanyaan teknisnya, bagaimana merumuskan kebijakan pariwisata Sumbar?
Menurut hemat penulis, beberapa hal yang bisa diupayakan untuk pengembangan pariwisata di Provinsi Sumatera Barat adalah;

1. Pembuatan Perda Tentang Pariwisata Sumatera Barat
Pemerintah daerah harus segera membuat Peraturan Daerah (Perda) atau memperbaharuhi Perda yang telah dibuat yang bisa menjelaskan dan mengambarkan pariwisata Sumatera Barat di masa depan. Perda tersebut harus bisa menyatukan pandangan dan pemahaman bagaimana menempatkan ABS – SBK dalam rencana pengembangan pariwisata di Sumatera Barat, sehingga memudahkan setiap daerah menyusun kebijakan pengembangan pariwisata. Dengan terbentuknya pemahaman yang sama dalam mengembangkan pariwisata di masing-masing daerah tingkat II, diharapkan bisa mempercepat pengembangan pariwisata di Sumatera Barat. Untuk membuat Perda pariwisata tersebut dibutuhkan kerjasama yang baik antara ASITA, PHRI, LSM, LKAAM dan DPRD sehingga perda yang dihasilkan betul-betul mencerminkan keinginan masyarakat Sumatera Barat.
Perda yang dihasilkan tidak mengabaikan filosofi dan falsafah hidup masyarakat Minangkabau serta bersifat komprehensif dalam upaya menciptakan cara untuk pengembangan dan pembangunan pariwisata yang berbasis masyarakat. Baik dilihat dari aspek kriteria, konsep model (karakteristik daerah) maupun pedoman, mencakup: produk, market, pedoman, pelatihan SDM dan perencanaan bisnis (statement operational procedure) dalam upaya peningkatan peran serta pariwisata dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.

2. Optimalisasi Peran Masyarakat
Selama ini pemerintah lebih banyak melibatkan pelaku besar (hotel berbintang, Tour & Travel, Restoran besar) dalam merangsang pertumbuhan pariwisata. Tentu saja keuntungan/manfaat dunia wisata Sumbar saat ini hanyalah dinikmati oleh segelintir orang itu saja. Padahal esensi industri pariwisata itu sendiri adalah demi kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Bagaimana agar semua elemen masyarakat mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil semua bergerak menjadi bagian dalam suatu system dan menuai pendapatan/kesejahteraan dari apa yang dinamakan industri pariwisata tersebut. (radjanusantara_blongspot.com)
Kebijakan Pemda Kota Padang dengan melibatkan masyarakat Nelayan di Pantai Air Manis sebagai bagian dari sebuah sistem dalam memajukan dan mengembangkan pariwisata dikawasan tersebut merupakan sebuah langkah maju, karena kebijakan ini akan menuntut peran aktif masyarakat dikawasan tersebut.(Padang Ekspres) Untuk itu kita mesti memberikan pelatihan, pemahaman dan meningkatkan kesadaran masyarakat di sekitar objek wisata bahwa kehadiran wisatawa di daerah mereka bisa meningkatkan pendapatan dan perekonomian mereka.

3. Promosi Pariwisata
Saat ini telah terjadi perubahan consumers-behaviour pattern atau pola konsumsi wisatawan dunia . Mereka tidak lagi terfokus hanya ingin santai dan menikmati sun-sea and sand. Saat ini pola konsumsi mulai berubah ke jenis wisata yang lebih tinggi, yang meskipun tetap santai tetapi dengan selera yang lebih meningkat yakni menikmati produk atau kreasi budaya (culture) dan peninggalan sejarah (heritage) serta nature atau eko-wisata dari suatu daerah atau negara. Sesungguhnya culture dan heritage ini adalah nyawanya atau “roh” dari kegiatan pariwisata Indonesia dan Sumatera Barat khususnya. Tanpa adanya budaya maka pariwisata akan terasa hambar dan kering, dan tidak akan memiliki daya tarik untuk dikunjungi. Sepertinya kembali merumuskan daya tarik wisata Sumbar adalah sesuatu yang musti dilakukan secepatnya.
Kebudayaan dan sosial cultural yang dimiliki masyarakat Sumatera Barat menyebabkan promosi wisata harus kita arahkan untuk mengaet wisatawan domestik dan wisatwan yang berasal dari kawasan semenanjung Melayu seperti Singapura, Malaysia dan Brunai Darusalam, maka benturan kebudayaan yang kita miliki dapat dihindari. Agar promosi yang direncanakan dapat berjalan dengan optimal maka pemerintah daerah harus mempersiapkan sebuah kelender pariwisata yang jelas sehingga para wisatawan yang datang ke Sumatera Barat dapat menentukan daerah yang akan dikunjungi.
Setelah konsep ini mampu diciptakan dan dijalankan oleh seluruh elemen masyarakat Sumatera Barat, maka cita-cita kita untuk menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor yang dapat mengurangi, angka kemiskinan dapat diwujudkan. Program pemerintah pusat untuk menjadikan Sumatera Barat sebagai daerah tujuan wisata unggulan setelah Pulau Bali dapat berjalan dengan sukses, dan target pemerintah Sumatera Barat untuk mengurangi angka kemiskinan menjadi 490 ribu jiwa pada tahun 2010 dapat diwujudkan.
Apakah itu akan terwujud Wallahualam

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.sumbarprov.go.id
2. www.wisata.net Jumat, 16 November 2007 17:44.13 WIB Harry sumber www.Balipost.com
3. Harian Kompas Sabtu, 22 Maret 2003 Pariwisata Sumatera Barat Kurang Terurus
4. Optimalisasi Peran Masyarakat dalam Pertumbuhan Industri Pariwisata Sumatra Barat http: //radjanusantara. blogspot.com /2007/02/optimalisasi-peran-asyarakat-dalam_12.html.
6. Pariwisata Bahari http://fkk.bung-hatta.Info/kelautan/pariwisata_ bahari.html
7. PADANG, http://haluan.wordpress.com/2007
8. Benni Innayatullah PARIWISATA dan MASYARAKAT Menggagas Sumbar sebagai Tujuan Wisata Regional. Padang Ekspres
9. Padang Ekspress

1 komentar:

  1. Lourens Loho, warga Desa Wori, Minahasa Utara, merupakan salah satu orang yang tergerak untuk menyelamatkan pantai di lingkungan tempat tinggalnya. Lourens yang mulai tahun 1995 bekerja sebagai serabutan sudah menjadi kader konservasi Balai Taman Nasional Bunaken. Dia mulai menanami pohon bakau di sekitar pantai Tiwoho, Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Lourens berpikir bahwa pohon bakau selain berfungsi sebagai benteng alam terhadap abrasi juga sebagai tempat perkembangbiakan ikan. Hebatnya lagi Bakau milik bapak Lourens sudah mulai mendunia dan merambah ke Uni Emirat Arab sebagai pasokan penghijauan.

    BalasHapus