Sepintas Pura Taman Sari tampak sama seperti pura-pura lainnya yang bertebaran di Bali. Pohon beringin di halaman depan dengan latar belakang deretan pohon-pohon kelapa dan bukit menghijau merupakan pemandangan yang banyak dijumpai di Bali. Akan tetapi Pura Taman Sari memiliki nilai-nilai historis di samping mempunyai bentuk yang unik.
Pura Taman Sari terletak di Desa Sengguan, termasuk dalam Kecamatan dan Kabupaten Klungkung (+ 38 km sebelah timur Denpasar), tepatnya di sudut timur laut kota Klungkung. Sebuah kota kecil yang bersuasana tenang.
Memasuki kota Klungkung akan dapat dijumpai Puri Klungkung, yang merupakan istana raja-raja Klungkung, yang pernah jaya di masa lampau. Tidak jauh dari Puri Klungkung dapat pula dijumpai bangunan bersejarah yang diberi nama Kertha Gosa dan Taman Giri. Letaknya yang strategis di sudut perempatan kota menyebabkan bangunan ini banyak dikunjungi oleh wisatawan. Yang khas dari bangunan ini, pada langit-langit terdapat lukisan wayang tradisional gaya Kamasan yang memuat ceritera Dyah Tantri, Bhima Swarga, Adi Parwa, Sutasoma dan sebagainya.
Kertha Gosa berfungsi sebagai tempat persidangan pengadilan dan raja bertindak sebagai hakim, disertai pendeta sebagai penasehat. Sedangan Taman Giri berfungsi sebagai tempat bercengkerama raja beserta keluarganya, sekaligus untuk menyaksikan kehidupan rakyat sehari-hari. Pura Taman Sari berkaitan pula dengan raja Klungkung, yaitu salah satu tempat pemujaan yang penting bagi keluarga raja.
Pura Kuno
Kompleks tempat Pura Taman Sari berada terdiri dari tiga pura; Pura Segening, Pura Taman Sari dan Pura Penataran, berjejer dari utara ke selatan. Dari pola bangunan pura dan data arkeologi yang ditemukan, disimpulkan bahwa Pura Taman Sari merupakan pura yang dapat digolongkan kuno.
Laporan yang pertama mengenai Pura Taman Sari ditulis oleh P.A.J. Moojen, dalam bukunya Kumst og Bali, Inleidende Studie tot deng Baouwkunst, yang diterbitkan pada tahun 1926. Buku ini dilengkapi pula dengan foto-foto, yang dapat membantu dalam pemugaran.
Tahun 1970 Pura Taman Sari ditemukan dalam keadaan rusak berat. Bangunan kuno yang masih dapat dikenal berdasarkan sisa-sisa yang ditemukan adalah meru bertumpang sebelas dan bertumpang sembilan. Itu pun hanya tinggal sebagian dari badannya saja. Piyasan (bangunan kecil berbentuk rumah) yang terdapat di depan meru (bangunan pemujaan dengan atap bertingkat) yang hanya tampak sebagian kecil dari dasarnya. Demikian juga kolam yang mengelilingi meru tumpang sebelas rusak sama sekali.
Kerusakan tersebut diperkirakan terjadi karena ulah manusia ataupun bencana alam. Seperti diketahui, di Bali pernah terjadi gempa bumi yang amat dahsyat pada tahun 1917. Dari penduduk diperoleh pula keterangan bahwa Belanda telah merusah Pura Taman Sari dengan maksud untuk melumpuhkan pertahanan raja Klungkung. Hal ini dilakukan oleh Belanda mungkin karena mengetahui fungsi Pura Taman Sari. Menurut keterangan yang diperoleh, Pura Taman Sari merupakan tempat pemasupatian (memberi kekuatan sakti atau magis) bagi senjata-senjata kerajaan. Dalam perang puputan yang terjadi tahun 1908 ternyata Belanda dapat mengalahkan Kerajaan Klungkung.
Pemugaran dilakukan oleh Pemerintah selama lima tahun melalui Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bali. Upacara penyucian kembali diselenggarakan pada tanggal 23 Maret 1984. Sejak itu Pura Taman Sari dapat dinikmati kembali seperti abad lalu.
Bali-Jawa Timur
Menyaksikan Pura Taman Sari setelah dipugar akan ditemukan kekunoan-kekunoan yang beraneka ragam. Dalam badan meru tumpang sebelas dihiasai dengan relief wayang maupun binatang. Diperoleh pula petunjuk bahwa badan meru pernah dihiasi dengan piring-piring proselen. Seekor naga melilit badan meru dan pada pertemuan kepala dan ekor ditemukan bentuk seekor penyu atau empas. Sebuah kolam yang jernih mengelilingi meru tumpang sebelas ini. Selama penelitian ditemukan pula lima buah arca penjaga.
Dari ciri-ciri yang ditemukan di atas, Pura Taman Sari memperlihatkan adanya hubungan budaya dengan Jawa Timur, terutama dari Kerajaan Majapahit. Ciri-ciri di atas ditemukan pula pada beberapa candi di Jawa Timur, seperti Candi Jago, Candi Tiga Wangi dan Candi Panataran. Hubungan sejarah Jawa-Bali sudah dimulai sejak abad XI ketika Raja Airlangga memerintah di Jawa Timur dan Bali diperintah oleh adiknya sendiri, yaitu Mahendradatta dan Udayana.
Pembangunan Pura Taman Sari diperkirakan berkaitan dengan sejarah Kerajaan Klungkung. Semula berpusat di Gelgel (3 km di sebelah selatan Klungkung) yang dikenal dengan nama Swecapura atau Lingharsapura, kemudian dipindahkan ke Klungkung dan dikenal dengan nama Smarapura. Diperkirakan Pura Taman Sari dibangun setelah kerajaan berpindah dari Gelgel ke Klungkung, kurang lebih pada abad XVI atau awal abad XVII. Kerusakan terbesar diperkirakan terjadi pada tahun 1908 ketika terjadi Puputan Klungkung, yaitu perlawanan habis-habisan ketika menghadapi sebuan Belanda.
Dengan berdirinya kembali Pura Taman Sari secara utuh banyak manfaat yang dapat diperoleh, antara lain dapat dinikmati bukti sejarah yang memberi gambaran tentang kemampuan masyarakat jaman dulu, di samping itu dapat pula dikembangkan untuk menunjang pariwisata budaya, karena suasana alam di sekitar Pura Taman Sari sangat menunjang untuk pengembangan pariwisata. Dalam suasana pedesaan terdapat beringin yang teduh, pohon-pohon kelapa, bukit hijau dan Sungai Unda yang melintas di sebelah timur. Semuanya ikut mempengaruhi kenikmatan dalam merenungi hasil budaya masa lalu di tengah-etangah usaha mengejar kemajuan di masa depan.
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1988. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
MAKE MONEY on your PROFILE - ProfileDough.com
Pura Taman Sari terletak di Desa Sengguan, termasuk dalam Kecamatan dan Kabupaten Klungkung (+ 38 km sebelah timur Denpasar), tepatnya di sudut timur laut kota Klungkung. Sebuah kota kecil yang bersuasana tenang.
Memasuki kota Klungkung akan dapat dijumpai Puri Klungkung, yang merupakan istana raja-raja Klungkung, yang pernah jaya di masa lampau. Tidak jauh dari Puri Klungkung dapat pula dijumpai bangunan bersejarah yang diberi nama Kertha Gosa dan Taman Giri. Letaknya yang strategis di sudut perempatan kota menyebabkan bangunan ini banyak dikunjungi oleh wisatawan. Yang khas dari bangunan ini, pada langit-langit terdapat lukisan wayang tradisional gaya Kamasan yang memuat ceritera Dyah Tantri, Bhima Swarga, Adi Parwa, Sutasoma dan sebagainya.
Kertha Gosa berfungsi sebagai tempat persidangan pengadilan dan raja bertindak sebagai hakim, disertai pendeta sebagai penasehat. Sedangan Taman Giri berfungsi sebagai tempat bercengkerama raja beserta keluarganya, sekaligus untuk menyaksikan kehidupan rakyat sehari-hari. Pura Taman Sari berkaitan pula dengan raja Klungkung, yaitu salah satu tempat pemujaan yang penting bagi keluarga raja.
Pura Kuno
Kompleks tempat Pura Taman Sari berada terdiri dari tiga pura; Pura Segening, Pura Taman Sari dan Pura Penataran, berjejer dari utara ke selatan. Dari pola bangunan pura dan data arkeologi yang ditemukan, disimpulkan bahwa Pura Taman Sari merupakan pura yang dapat digolongkan kuno.
Laporan yang pertama mengenai Pura Taman Sari ditulis oleh P.A.J. Moojen, dalam bukunya Kumst og Bali, Inleidende Studie tot deng Baouwkunst, yang diterbitkan pada tahun 1926. Buku ini dilengkapi pula dengan foto-foto, yang dapat membantu dalam pemugaran.
Tahun 1970 Pura Taman Sari ditemukan dalam keadaan rusak berat. Bangunan kuno yang masih dapat dikenal berdasarkan sisa-sisa yang ditemukan adalah meru bertumpang sebelas dan bertumpang sembilan. Itu pun hanya tinggal sebagian dari badannya saja. Piyasan (bangunan kecil berbentuk rumah) yang terdapat di depan meru (bangunan pemujaan dengan atap bertingkat) yang hanya tampak sebagian kecil dari dasarnya. Demikian juga kolam yang mengelilingi meru tumpang sebelas rusak sama sekali.
Kerusakan tersebut diperkirakan terjadi karena ulah manusia ataupun bencana alam. Seperti diketahui, di Bali pernah terjadi gempa bumi yang amat dahsyat pada tahun 1917. Dari penduduk diperoleh pula keterangan bahwa Belanda telah merusah Pura Taman Sari dengan maksud untuk melumpuhkan pertahanan raja Klungkung. Hal ini dilakukan oleh Belanda mungkin karena mengetahui fungsi Pura Taman Sari. Menurut keterangan yang diperoleh, Pura Taman Sari merupakan tempat pemasupatian (memberi kekuatan sakti atau magis) bagi senjata-senjata kerajaan. Dalam perang puputan yang terjadi tahun 1908 ternyata Belanda dapat mengalahkan Kerajaan Klungkung.
Pemugaran dilakukan oleh Pemerintah selama lima tahun melalui Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bali. Upacara penyucian kembali diselenggarakan pada tanggal 23 Maret 1984. Sejak itu Pura Taman Sari dapat dinikmati kembali seperti abad lalu.
Bali-Jawa Timur
Menyaksikan Pura Taman Sari setelah dipugar akan ditemukan kekunoan-kekunoan yang beraneka ragam. Dalam badan meru tumpang sebelas dihiasai dengan relief wayang maupun binatang. Diperoleh pula petunjuk bahwa badan meru pernah dihiasi dengan piring-piring proselen. Seekor naga melilit badan meru dan pada pertemuan kepala dan ekor ditemukan bentuk seekor penyu atau empas. Sebuah kolam yang jernih mengelilingi meru tumpang sebelas ini. Selama penelitian ditemukan pula lima buah arca penjaga.
Dari ciri-ciri yang ditemukan di atas, Pura Taman Sari memperlihatkan adanya hubungan budaya dengan Jawa Timur, terutama dari Kerajaan Majapahit. Ciri-ciri di atas ditemukan pula pada beberapa candi di Jawa Timur, seperti Candi Jago, Candi Tiga Wangi dan Candi Panataran. Hubungan sejarah Jawa-Bali sudah dimulai sejak abad XI ketika Raja Airlangga memerintah di Jawa Timur dan Bali diperintah oleh adiknya sendiri, yaitu Mahendradatta dan Udayana.
Pembangunan Pura Taman Sari diperkirakan berkaitan dengan sejarah Kerajaan Klungkung. Semula berpusat di Gelgel (3 km di sebelah selatan Klungkung) yang dikenal dengan nama Swecapura atau Lingharsapura, kemudian dipindahkan ke Klungkung dan dikenal dengan nama Smarapura. Diperkirakan Pura Taman Sari dibangun setelah kerajaan berpindah dari Gelgel ke Klungkung, kurang lebih pada abad XVI atau awal abad XVII. Kerusakan terbesar diperkirakan terjadi pada tahun 1908 ketika terjadi Puputan Klungkung, yaitu perlawanan habis-habisan ketika menghadapi sebuan Belanda.
Dengan berdirinya kembali Pura Taman Sari secara utuh banyak manfaat yang dapat diperoleh, antara lain dapat dinikmati bukti sejarah yang memberi gambaran tentang kemampuan masyarakat jaman dulu, di samping itu dapat pula dikembangkan untuk menunjang pariwisata budaya, karena suasana alam di sekitar Pura Taman Sari sangat menunjang untuk pengembangan pariwisata. Dalam suasana pedesaan terdapat beringin yang teduh, pohon-pohon kelapa, bukit hijau dan Sungai Unda yang melintas di sebelah timur. Semuanya ikut mempengaruhi kenikmatan dalam merenungi hasil budaya masa lalu di tengah-etangah usaha mengejar kemajuan di masa depan.
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1988. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
MAKE MONEY on your PROFILE - ProfileDough.com
0 komentar:
Posting Komentar