Letak geografis Kepulauan Banda pada 130 derajat Bujur Timur dan 4 derajat 30’ Lintang Selatan, terdiri atas Pulau Lontor, Pulau Gunung Api, Pulau Neira, Pulau Ay, Pulau Rhun, Pulau Hatta, Pulau Syahrir, Pulau Manukang, Pulau Kurukan, Pulau Nailoka dan Pulau Kapal. Termasuk Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah. Ibukota Kecamatan ini adalah Kota Banda Neira di Pulau Neira.
Kepulauan Banda dikenal sejak lama, disebut dalam Buku Nagarakertagama dengan nama Wanda sebagai penghasil rempah-rempah pala dan fuli (lapisan antara kulit dan biji pala). Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang menyinggahi Banda untuk membeli rempah-rempah tersebut pada awal tahun 1512. Mereka datang ke Banda dipandu oleh para mualim Melayu yang berlayar menyusuri Jawa, Sunda Kecil (NTB dan NTT sekarang) terus menuju Maluku. Mereka rupanya lebih tertarik pada cengkeh daripada pala dan fuli, sehingga mereka kemudian lebih memfokuskan perhatiannya di Maluku Utara. Maka tak mengherankan bahwa di Maluku Utara, khususnya di Ternate dan Tidore peninggalan mereka berupa benteng dan lain-lain masih dapat disaksikan.
Warisan Budaya
Lepas dari masa eksploitasi Belanda VOC dan NHM (Nederlandsch Handel Maatschappy) di Kepulauan Banda, kini kita mempunyai warisan budaya dari mereka. Bentuknya berupa bangunan benteng, rumah-rumah bekas para tuan lokal, maupun rumah yang pernah ditempati oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional selama enam tahun dalam pengasingannya. Beberapa peninggalan tersebut telah dipugar oleh pemerintah, yang telah siap dipasarkan sebagai objek pariwisata di kawasan Indonesia Bagian Timur (IBT).
Benteng Nassau
Didirikan di atas pondasi yang urung dibangun oleh Portugis tahun 1609. Oleh Belanda kemudian didirikan benteng pada 1617 yang diberi nama Benteng Nassau. Kini tinggal sisa-sisanya. Benteng dikelilingi parit sebagai pengaman. Dalam sejarahnya dalam benteng ini pernah dilakukan masakre 44 orang kaya (tuan-lokal) pada 8 Mei 1621 oleh Gubernur Jan Pieter Zoon Coen. Lukisan peristiwanya ini tersimpan pada Rumah Budaya Banda milik Des Alwi.
Benteng Belgica
Terletak di suatu bukit, mulai dibangun pada 1611 oleh Pieter Both, diperbesar tahun 1622 oleh J.P. Coen. Tahun 1667 diperbesar lagi oleh Komisaris Cornelis Speelman. Tahun 1911 oleh Gubernur Jenderal Craft van Limburg Stirum diperintahkan agar benteng ini dipugar. Konstruksi benteng terdiri atas dua lapis dan untuk memasukinya harus dipergunakan tangga yang aslinya berupa tangga yang dapat diangkat (semacam tangga hidrolik). Tahun 1991 benteng ini dipugar secara keseluruhan dengan bantuan Dephankam yang menghabiskan dana hampir setengah miliar rupiah. Benteng Belgica kini siap untuk dikunjungi wisatawan. Menurut beberapa turis mancanegara, Benteng Belgica merupakan benteng yang paling indah di antara benteng-benteng lainnya yang dibuat oleh Belanda.
Istana Mini
Masyarakat Banda menyebut bangunan ini sebagai istana mini (mirip Istana Merdeka di Jakarta) walaupun yang terakhir ini dibangun belakangan. Dahulu kompleks bangunan ini merupakan tempat tinggal para pejabat VOC, NHM dan Kontrolir yang sekaligus sebagai gudang tempat penyimpanan rempah-rempah sebelum dikapalkan menuju Eropa dan didirikan tahun 1622. Para kontrolir yang pernah menempati bangunan tersebut antara lain Van Kotte, Kaufman, Wenterwert.
Gereja Kuno
Gereja ini tidak mempunyai nama khusus sebagai pelindungnya, merupakan tempat beribadat umat Kristen Protestan. Dibangun dari tanggal 20 April 1873 hingga 23 Meri 1875 oleh Mauritz Vantzius dan Johan Wilhelm Hoeke, pendeta di sana, dibangun di atas bekas pemakaman orang Belanda dan Inggris. Jirat-jirat mereka dari batu granit yang berukuran 1,5 x 2,5 m kini berfungsi sebagai lantai gereja. Nama-nama mereka masih dapat dibaca pada setiap jirat. Dalam gereja ini masih disimpan dua gelas perak yang dibuat tahun 1635 yang masih dipergunakan sebagai tempat anggur pada waktu kebaktian dan satu piring perak juga dibuat tahun 1635 yang berfungsi sebagai tempat roti perjamuan.
Rumah Pengasingan Bung Hatta
Rumah ini pada 11 Februari 1936 hingga 31 Januari 1942 ditempati Bung Hatta sewaktu pengasingan di Banda. Bekas rumah yang ditempati oleh Sutan Syahrir dan Dr. Cipto Mangunkusumo kini telah hancur. Tokoh lain yang pernah diasingkan ke Banda adalah Syarifudin Prawiranegara.
Peninggalan-peninggalan lain Benteng Hollandia di Pulau Lontor dan Benteng Revenge di Pulau Ay kini tinggal sisa-sisanya. Beberapa bangunan rumah yang sangat indah telah dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk diambil kerangka besinya. Pohon-pohon kenari yang besar yang ditanam di sisi kiri-kanan jalan juga telah habis ditebang, sehingga terkesan Kota Banda Neira semakin gersang.
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1994. Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
0 komentar:
Posting Komentar