Home | Berita Opini | Peta Wisata | Wisata Alam | Seni Pertunjukan | Wisata Belanja | Wisata Bahari | Wisata Budaya | Wisata Boga | Wisata Museum | Wisata Religi | Wisata Sejarah | Cerpen
Share/Save/Bookmark

Cagar Alam Napanalano

A. Dasar Hukum, Letak, dan Luas
Cagar Alam Napabalano merupakan kawasan konservasi tertua di Sulawesi Tenggara, ditunjuk berdasarkan SK. ZB. Van Buton No.4 Tahun 1919, tanggal 1 Juni 1919 (SK tidak ada). Sebelumnya CA Napabalano adalah Hutan Negara Latar belakang penunjukan sebagai cagar alam adalah karena kawasan ini memiliki tipe ekosistem hutan dataran rendah dan merupakan habitat jati (Tectona grandis) alam.

Cagar alam ini secara geografis terletak kurang lebih sekitar 4°38' Lintang Selatan dan 122°43' Bujur Timur. Secara administratif pemerjntahan termasuk wilayah Kelurahan Napabalano, Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna Sedangkan secara administratif kehutanan termasuk dalam wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Tampo, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Muna Utara I, Kesatuan Pemangkuan Hutan Cabang Dinas Kehutanan (KPH -CDK) Muna.

Selain tertua, CA Napabalano juga merupakan kawasan konservasi terkecil di Propinsi Sultra, yakni seluas hanya 9,2 hektar, dengan batas-batas kawasan sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Kel. Napabalano, sebelah Timur dengan jalan raya, di sebelah Selatan dan Barat dengan hutan produksi (jati).

B. Potensi
CA Napabalano terletak pada ketinggian 2- 10 m (dpl), memiliki topografi sebagian besar datar, dengan kemiringan lereng berkisar antara 0 -5 %. Berdasarkan Peta Tanah Sulawesi Tenggara, kawasan ini mempunyai jenis tanah mediteranian.

Iklim termasuk tipe D, dengan curah hujan tahunan rata-rata sebesar 1.848 mm Suhu terendah 24° C, suhu tertinggi sebesar 33° C, dan kelembaban 80 %. Musim hujan jatuh pada bulan Januari -Juni, sedangkan musim kemarau pada bulan Juli-Desember.

CA Napabalano merupakan habitat berbagai jenis flora dan fauna. Jenis tumbuhan yang ada antara lain jati (Tectona grandis), beringin (Ficus benyamina), ippi (Intsia bijuga), waru (Hibiscus tiliaceus) dan eha (Castanopsis buruana). Sedangkan satwaliar yang berhabitat di dalam cagar alam ini antara lain rusa (Cervus timorensis), babi hutan (Sus spp), monyet hitam Sulawesi (Macaca ochreata), biawak (Varanus spp.) dan beberapa jenis burung seperti perkici hijau, betet Sulawesi, ayam hutan (Gallus gallus) dan merpati hutan.

Potensi yang menonjol adalah terdapatnya pohon jati tertua di Sultra berukuran raksasa dengan diameter ±180 cm yang yang d1perkirakan berumur kurang lebih 350 tahun.

CA Napabalano dikelola oleh Sub Seksi KSDA Muna, Resort KSDA Napabalano yang berkedudukan di Tampo, Kelurahan Napabalano, dengan personil sebanyak satu orang petugas Jagawana. Fasilitas pengelolaan yang ada berupa pondok kerja di Tampo dan jalan patroli. Pemukiman terdekat adalah Tampo (Kelurahan Napabalano) berjarak ±25 meter dari kawasan. Masyarakatnya terdiri dari Suku Muna dan Bugis, dengan mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah sebagai petani dan nelayan.

C. Cara Pencapaian
Untuk mencapai Cagar Alam Napabalano dapat ditempuh melalui jalan darat dan lewat laut. Dari Kendari (ibu kota Propinsi Sultra) dengan perjalanan darat menuju Punggaluku -Torobulu kemudian dilanjutkan dengan naik kapal fery ke Tampo, lama perjalanan 4 sampai 5 jam. Jalan laut, dari Kendari -Raha mengunakan kapal kayu, lama perjalanan 8 jam, sedangkan dengan kapal cepat ±2,5 jam, dari Raha ke lokasi 30 km dengan waktu tempuh 30-40 menit. Fasilitas penginapan berada di Kota Raha.

Untuk memasuki kawasan diperlukan surat izin dari Kantor Sub Balai KSDA Sultra di Kendari atau Sub Seksi KSDA Muna di Raha. Kegiatan yang diizinkan berupa penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan lain yang menunjang budidaya dan pengelolaan habitat. Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang budidaya dapat dilaksanakan dalam bentuk penggunaan plasma nutfah yang terdapat dalam kawasan untuk keperluan pemuliaan jenis dan penangkaran.

D. Kegiatan dan Permasalahan
Kegiatan yang pernah dilaksanakan menyangkut kawasan antara lain Inventarisasi Flora oleh Sub Balai KSDA Sultra, serta pemeliharaan jalan patroli. Permasalahan mendesak yang dihadapi adalah belum dilaksanakannya kegiatan tata batas kawasan.

sumber:
Informasi Kawasan Konservasi Provinsi Sulawesi Tenggara, BKSDA Sultra

0 komentar:

Posting Komentar